Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By SERANG RAYA With Shroff Templates

Merasa Hampa? Bisa Jadi Kamu Lagi Krisis Eksistensial

SERANG RAYA
Kamis, 04 Desember 2025
Last Updated 2025-12-04T04:14:23Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini


SERANG, - Pernah nggak tiba-tiba kamu ngerasa kosong? Hidup jalan terus, tugas numpuk, tapi dalam hati kayak.. kosong aja. Bahkan scroll TikTok bukannya hiburan, malah bikin makin insecure karena ngebandingin diri sama orang lain.


Fenomena ini ternyata punya nama loh.. krisis eksistensial.


Dan ternyata ini bukan hal baru—manusia sudah mengalami ini sejak dulu.


Di era cepat kayak sekarang, perasaan kehilangan arah makin sering muncul. Banyak dari kita mulai bertanya:


“Aku sebenernya hidup buat apa?”


Psikiater Viktor Frankl menyebut kondisi ini sebagai existential vacuum, yaitu keadaan ketika seseorang kehilangan makna hidup dan arah. Dari pengalamannya di kamp konsentrasi Nazi, Frankl bilang makna hidup bisa ditemukan lewat:


1. Kontribusi atau pekerjaan yang berarti

2. Cinta dan hubungan emosional

3. Sikap terhadap penderitaan


Menariknya, jauh sebelum psikologi modern, Imam Al-Ghazali juga mengalami pencarian makna yang hampir sama.


Al-Ghazali dan Pertanyaan Besar dalam Hidup


Di puncak kariernya sebagai profesor ternama, Al-Ghazali justru merasa hidupnya kosong. Keraguannya sampai membuatnya tidak bisa bicara dan kehilangan selera makan. Dalam bahasa sekarang, mungkin ini kombinasi burnout, kecemasan, dan krisis identitas.


Ia akhirnya meninggalkan jabatan dan memulai perjalanan panjang mencari makna. Dari fase itu lahirlah karya besar seperti Ihya Ulumuddin, dan ia menyimpulkan bahwa makna hidup lahir dari pembersihan hati, kejujuran terhadap diri, dan hubungan dengan Tuhan.


Mirip Dengan Kita?


Kita hidup di zaman yang penuh pilihan seperti jurusan kuliah, pekerjaan, gaya hidup, bahkan identitas diri. Ironisnya, semakin banyak pilihan bukan berarti makin bebas, kadang justru makin gelisah.


Kita takut salah jalan.

Takut tidak cukup.

Takut kalah dibanding orang lain.


Sebagian orang mencari makna lewat psikologi modern, sebagian lewat agama, dan sebagian lagi lewat pelarian: hiburan, validasi sosial, kerja berlebihan, atau distraksi tanpa henti.


Tapi akar masalahnya sering sama dengan yang Al-Ghazali sebut ratusan tahun lalu, kita kehilangan hubungan dengan diri sendiri dan sesuatu yang lebih besar.


Apa yang Bisa Kita Ambil?


Dari Frankl dan Al-Ghazali, ada tiga hal penting:

1. Krisis itu wajar

Bingung bukan berarti gagal, justru tanda lagi berkembang.

2. Makna dibangun, bukan dicari

Frankl menekankan pilihan sikap dan kontribusi, sedangkan Al-Ghazali menekankan hati dan spiritualitas.

3. Proses ini butuh waktu

Makna hidup bukan hasil instan melainkan tumbuh perlahan, seiring kamu hidup.

Penutup

Krisis eksistensial bukan akhir dari perjalanan. Justru, ini sering kali menjadi titik awal untuk mengenal diri sendiri lebih dalam. Mungkin makna hidup bukan tentang pencapaian besar atau jawaban pasti.


Mungkin makna hidup sesederhana seperti melangkah perlahan, menerima diri, dan percaya bahwa hidup punya tujuan—meski kita belum menemukannya hari ini.


Kalau kamu sedang ada di fase ini, bingung, kosong, atau mempertanyakan arah hidup, kamu nggak sendirian.Mungkin ini..awal perjalananmu.


Ditulis Oleh : Nazwa Nur Annida, mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Advertisement (Right)